Reuters

Oleh ANDRIAN SAPUTRA, FUJI EKA PERMANA

Perda anti LGBT perlu lebih mengarah pada tumbuhnya norma dan etika.

Sejumlah daerah berencana untuk menerbitkan peraturan daerah (perda) untuk mengatur larangan kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Salah satu contohnya, yakni Kota Bandung. Wali Kota setempat, Yana Mulyana, mengaku sepakat wacana pembentukan peraturan daerah tersebut begitu proses legislasi berada di DPRD.

 

"Tentunya menyepakati (perda) karena itu selain menyalahi norma agama, norma hukum juga," ujarnya di sela-sela acara pelantikan PPS di Gedung Sport Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (24/1/2023). Dia mengatakan, penyusunan perda pencegahan LGBT berada di tangan DPRD Kota Bandung. Dia pun mengaku siap untuk menyusun bersama naskah akademik perda tersebut.

 

Di Kabupaten Garut, DPRD setempat berjanji akan menyusun Perda Anti LGBT menyusul laporan para tokoh pesantren, yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam (AUI) Garut tentang adanya 3.000 orang yang tergabung LGBT di Garut. Begitu pun di Riau. Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendesak pemerintah daerah dan DPRD Provinsi Riau membuat Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau tentang LGBT.

 

Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hafidz Abbas mengatakan, setidaknya ada tiga dasar yang digunakan masyarakat internasional, termasuk Indonesia menolak LGBT. Yakni, Deklarasi Kairo tentang HAM dalam Islam pada 1991, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B, serta Undang-Undang HAM.

ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA FOTO

Mantan ketua Komnas HAM ini menegaskan, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Kairo bahwa salah satu tujuan membangun keluarga adalah melanjutkan keturunan. Begitu pun dengan UUD 1946 Pasal 28B, yang menjelaskan hak warga negara berkeluarga untuk melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Hal ini, menurut dia, tidak dapat diwujudkan oleh kelompok LGBT.

 

"Jadi kalau ada LGBT itu bisa dilihat sebagai kekejaman kemanusiaan. Karena manusia itu (jadi) tidak bisa berkembang. Bagaimana bisa ada keturunan kalau perkawinannya sesama jenis. Jadi paham politik hukum kita saja sudah tidak ada tempatnya bagi homoseks (LGBT). Dan alasan lainnya karena kultural kita tidak punya tempat (untuk LGBT)," kata Hafidz.

 

Karena itu, Hafidz mengatakan, MUI menyambut baik rencana sejumlah daerah menerbitkan Perda Anti LGBT. Namun, menurut dia, Perda Anti LGBT perlu lebih mengarah pda tumbuhnya norma dan etika ketimbang mengarah pada hukum yang berujung pada pidana. Dia menegaskan, tumbuhnya norma di masyarakat maka LGBT tidak akan berkemebang dan mati dengan sendirinya.

 

"Dengan tumbuhnya norma, dia (LGBT) akan mati dengan sendirinya karena dia akan terisolasi dengan masyarakat, tidak berkembang karena masyakarat menolaknya. Sehingga (perda) mempunyai akar kultural yang kukuh. Jadi di perda itu merupakan imbauan-imbauan moral saja tidak apa-apa, engga usah ada hukuman begini begitu nanti gaduh. Tapi nilai-nilai kultural kita itu harus dikuatkan," kata dia.

Jadi kalau ada LGBT itu bisa dilihat sebagai kekejaman kemanusiaan. Karena manusia itu (jadi) tidak bisa berkembang.

Tokoh Protestan, Philip Situmorang menyampaikan, pemerintah daerah harus benar-benar memperhatikan masukan dari masyarakat terkait fenomena LGBT. Menurut dia, masalah LGBT memang harus diberi perhatian, secara khusus dengan aturan-aturan yang muncul di beberapa daerah atau perda. Philip mengatakan, dari segi agama saja misalkan di Kristen, dalam Alkitab jelas disampaikan pada Kitab Kejadian 1 Ayat 27. "Maka Tuhan menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Tuhan diciptakan-Nya dia (laki-laki dan perempuan) diciptakan-Nya mereka."

 

Ayat 28 mengatakan, Tuhan memberkati mereka, lalu Tuhan berfirman kepada mereka, "Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

 

Philip menjelaskan, dalam kitab suci Kristen dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Tuhan, yaitu laki-laki dan perempuan. "Tuhan memberi perintah yang jelas bahwa manusia harus beranak cucu dan bertambah banyak. Apakah laki-laki dengan laki-laki (homo) bisa menghasilkan keturunan? Tentu saja tidak," kata Philip kepada Republika, Selasa (24/1/2023).

 

Philip mengatakan, aturan yang dikeluarkan oleh sejumlah pemerintah daerah terkait LGBT harus dilihat, agar masyarakat tidak salah dan menyimpang. "Saya pribadi mendukung aturan itu, tentu saja aturan itu disertai dengan hal-hal dapat membantu menanggulangi dan mencegah penyimpangan seksual itu (LGBT)," ujarnya.

 

Anggota DPR RI Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengapresiasi rencana Perda Anti LGBT yang digaungkan sejumlah daerah. Mantan wali kota Banda Aceh itu menegaskan, LGBT adalah penyakit masyarakat yang tidak sesuai dengan norma. Kendati demikian, dia mengimbau agar Perda Anti LGBT yang dibuat tidak bertentangan dengan perundang-undangan di atasnya. Illiza pun meminta agar fenomena LGBT harus dinilai lewat survei dan bukan tuduhan.

Ia menambahkan, semua agama yang menjadi pandangan hidup resmi dalam berbangsa mengecam perilaku LGBT. Karena itu, negara dan masyarakat memiliki hak untuk melindungi keyakinan mereka dari segala yang membahayakan keyakinan bersama. Lebih-lebih dalam Islam yang mewakili keyakinan suci banyak masyarakat Indonesia sangat melarang segala perilaku mendekati LGBT.

 

Dengan demikian, menurut Illiza, produk politik dalam bentuk perda penolakan LGBT dianggap sangat wajar dan tidak menjadi hal yang aneh sama sekali. Produk politik, yakni Perda Anti LGBT bisa dipastikan sudah melalui tahapan yang berpijak pada filosofi, sosiologi, dan yuridis daerah tersebut. "Dapat menihilkan tindakan main hakim sendiri di masyarakat, dan menegasi semua perbuatan di luar jalur hukum sehingga tidak dinilai diskriminasi atau intoleransi," katanya.

 

Aktivis LGBT Hartoyo mengatakan, rencana Perda Anti LGBT yang mencuat di beberapa daerah hanya pernyataan individu sejumlah politisi dan pejabat lokal. Ia mencontohkan di Makassar wacana Perda Anti LGBT keluar dari ucapan seorang anggota DPRD dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

 

"Kalau kader PKS, jangankan di Makasar, di Senayan juga ada kader PKS yang mau mengusulkan kriminalisasi LGBT. Jadi mau di Bandung, Garut, Makasar ataupun di nasional. Kalau kader PKS atau mungkin partai PKS, bernafsu mau mengkriminalkan LGBT," kata dia kepada Republika.

Baru mimpi atau cita-cita personal. Nah bagaimana mimpi itu diwujudkan, kita lihat saja dinamikanya ke depan di tiap daerah.

Meski demikian, Hartoyo mengaku, dapat menerima perbedaan pandangan dan menganggap wajar ada usulan untuk Perda Anti LGBT, yang menurutnya belum memiliki kajian akademis.

 

"Baru mimpi atau cita-cita personal. Nah bagaimana mimpi itu diwujudkan, kita lihat saja dinamikanya ke depan di setiap daerah. Di daerah juga ada banyak ragam partai dan pandangan. Dan aku yakin keberagaman pandangan itu dipastikan tidak tunggal memahami LGBT," kata dia.

 

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, Perda Anti LGBT melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang diatur konstitusi dan Undang-Undang HAM. Selain itu, dia menilai, Perda Anti LGBT juga dapat menjadi legitimasi untuk tindakan kekerasan dan diskriminasi. Dia menegaskan, LGBT bukan kejahatan, seperti pencurian, penipuan, atau pelecehan seksual.

 

"Hukum itu harusnya hanya mengatur tindakan bukan pikiran, orientasi seksual dan sebagainya. Jadi kalau memang ada isu-isu itu di masyarakat yang dianggap oleh politisi perlu direspons, responsnya tidak harus dengan melarang LGBT-nya dan memberikan hukuman dan lain sebagainya," kata Bivitri kepada Republika.id pada Kamis (26/1/2023).

 

Bivitri mengatakan, respons pemda terhadap LGBT tidak harus dengan melarang LGBT dan memberikan hukuman. Keresahan masyarakat, menurut dia, tidak harus dijawab dengan pelarangan. Dia menjelaskan, ada cara alternatif, seperti mengubah kurikulum pendidikan dan mengatasi soal-soal belajar yang dianggap meresahkan, hingga memberi ruang bagi anak muda untuk berekspresi dan berkembang. Karena itu, menurut dia, Perda Anti LGBT semestinya menyasar akar masalah. "Jadi kalau ditanya (perda itu) dibuat seperti apa? yang menyasar akar masalahnya. Bukan menyasar orientasi seksual yang sebenarnya bukan kejahatan," ujar dia.

top

Arah Baru

Perda Anti LGBT